Thursday, 31 December 2015

SAMBUTAN TUK LINI KEHIDUPAN

Kali ini aku mengarang kisah jelang perjumpaan untuk dibaca kala menjamu musim di tahun depan. Kisah tentang aku dan beberapa hal  yang menemani  hidupku satu tahun belakangan ini.

I
Berawal dari sang malam, setia mengawali gusar, tentang jiwa yang sibuk menawar rindu. I don’t sleep tight little one,  I always making fun to night. Pertama, aku memiliki waktu dan ruang terbaikku bersama buku dan lagu. Keduanya membentuk keserasian yang begitu padu. Puluhan lagu favorit akan melantun menemani pembatas buku berpindah tempat, menempati digit nomor halaman yang  bertambah besar.

II
Kedua, bersama layar LED di depan ranjang tidur, melalui USB yang akan mentransfer tayangan sampai  dapat ku nikamati nonton film sampai pagi (ini menjadi pengecualian bila tak ada HardDisk atau Flasdisk). Atau tidak, aku akan bersama laptop yang sering kujadikan ruang untuk menuangkan isi kepalaku. Aku banyak berkeluh dan menulis segala risau hati di ruang yang talah kubuat sampai  kembali waktu bermimpi.

III
Mungkin  seminggu sekali, ku sempatkan menghabiskan malam di  coffeeshop. Tentu ini melihat keadaan dompet. Aku bersyukur tak menjadi penakut untuk duduk sendiri, sekedar menulis dan membaca di atas bangku bersama lantunan lagu yang terus bergema. Saat sendiri seperti ini, merupakan waktu di mana kepentingan diri menjadi yang utama. Mata dan gerak kaki liar mencari tempat duduk ternyaman untuk bersandar kemudian mulai fokus dengan apa yang ada pada sentuhan telapak tangan, bisa laptop, bisa juga buku.

IV
Kalau beruntung, malam akan kulewati bersama orang baik, orang terdekat atau pun orang asing yang kebetulan duduk di sebelahku, aku akan menyediakan telinga untuk mendengar suara mereka yang renyah. Mendengar cerita bahagia atau keluh kesah. Semuanya berbaur memangkas waktu. Menyadari betapa ajaibnya berbagi telinga dan waktu akan menjadi candu.


Banyak cara melewati malam yang menjadi awal kesenangan. Bagiku awal perjumpaan hari adalah malam. Semua rencana akan baik kubuat pada rentang waktu tersebut. Tentu saja ini hasil kontemplasiku sendiri. Sumua sama saja, memilih malam atau pagi untuk perjumpaan, kau tetap akan dibuat menunggu di ujung jalan yang kau pilih. 


Sebentar lagi digit tahun akan berganti angka. Waktu akan mengajari kita makna dewasa beserta segala resikonya. Berhenti berpikir terlalu jauh tuk sgala alasan, lakukan apa yang ada di angan dan berusaha untuk menjauhi sifat dengki, keras hati dan angkara murka. Selamat merayakan tahun baru :))


Friday, 25 December 2015

PENYEBRANGAN

Hari ini, 24 Desember 2015, seperti biasa para jema'at  Jessus merayakan hari kelahiran sang figur yang berhasil dikontruksikan menjadi “Tuhan”. Untuk kesekian kalinya ucapan selamat ku kirimkan melalui pesan untuk sahabatku, Claudya, Eyang tersayang, dan saudara-saudara yang merayakan.  Aku tidak turut ikut dalam euphoria, sebab keyakinan kami berbeda. Saling menghargai merupakan esensi yang masih dapat kami terapka sebab nasip manusia akan terus menjadi  pertanyaan, membara di dalam konteks dan ruang waktu yang berbeda.

Pintu pembebasan jiwa masih sangat terbuka. Entalah sampai mana kini pencapaian yang kuusahakan. Zaman terus bergeser dengan gaya silih berganti. Semua meninggalkan jejak yang akan terkenang nanti, entah pada apa pun itu. Ditengah lelahnya raga aku sibuk membaca masa, tanpa tegang dan terus berkaca agar penuh penyadaran atas tindak tanduk diri yang telah terlanjur padanya. Aku harus banyak belajar dari potensi yang ada di tengah keterbatasan kemampuan.

Seperti hari ini, ketidak mampuanku mempertahankan satu dari yang telah menjadi bagian bisikanku pada setiap malam. Rasa kecewa, kesal dan sedih pastilah ada, sebesar apa pun rasa itu, semua akan tetap berjalan, semua akan terbiasa. Ini bukan sebuah perpisahan namun ini awal perjumpaan. Bersama cerita baru dan semangat yang terus diperbaiki, aku percaya bahwa aku masih memiliki diri yang slalu setianasibku.

Bagaimanapun juga, jangan banyak berharap pada siapa dan apa.

Hadirnya aral tak boleh jadi penyebab keluh kesah. Sebab itu aku tak banyak mendengar alasan untuk mereka yang ingin pergi. Sedikit kesal dengan raut di muka yang mengatas namakan banyak hal sebagai alasan. Itu hanya akan mengusik ingatan saat ia telah benar-benar pergi. Harapanku sederhana (sederhana diucapkan), berdampingan bersama benih yang siap bertahan. Biar ini menjadi pelajaran, bahwasanya 10% otakku harus berfungsi dengan maksimal. Berpikir secara rasional supaya tidak dibutakan oleh ketakutan. Biar rindu, biar lara, apalah arti rasa yang hanya sementara.

Sudah waktunya perempuan diujung tanduk ini disadarkan setumpuk kewajiban yang tak kujung terselesaikan . Meski sedikit terlambat menyadari, semoga harapan akan masa depan masih terbuka lebar. Usah  mempertanyakan banyak hal, cukup berjalan dan jangan lupa untuk terus bersyukur.

I think I got stuck in this place somehow.

Thursday, 24 December 2015

CINTA DARI SURGA

Aku mendapat kesempatan menjadi dewasa yakni dengan usia yang lebih tua dari sesungguhnya. Hal ini sangat menyenangkan di mana usiaku masih di bangku sekolah dasar. Ketika itu, banyak teman mendahulukan pendapatku sebab yang mereka tahu  aku adalah lebih tua dari mereka. Saat ini, kebohongan itu juga memperdaya diriku sendiri. Bagaimana dengan usia yang telah menua ini, aku belum juga bisa bijaksana. Mencoba melihat objek dari beberapa sudut pandang, bukan membuatku lebih santun dalam berasumsi tapi malah terdengar semakin brutal. Aku melupakan nilai-nilai yang diajarkan seseorang yang amat kukagumi. Bahwasannya prespektif manusia sesuai apa yang manusia itu percaya tanpa ada peran salah dan benar.


Kurasa hidup ini bagai diorama berwarna-warna alami yang menyatu dengan sajian warna alam, detail demi detail memperlihatkan bukti termakannya masa pada sepasang mata. Di usia yang ke-21 tahun ini, aku masih saja mencintai laki-laki yang sama, tanpa lelah dan tetap merasakan indah. 


Dialah laki-laki yang memberi cintanya tulus untukku. Dia bukan sosok yang romantis, dia tak pernah memberiku bunga ketika aku tambah umur. Namun bersamanya hari-hariku dibuat menjadi istimewa. Begitu hebatnya dia hingga memenuhi segala ruang otakku.


Dia adalah laki-laki yang bahagia dengan caranya yang sederhana. Dia juga amat menghargai sebuah perjuangan. Pernah satu ketika aku dibawa ke rumahnya. Melihat dia waktu itu, aku hampir tidak percaya bahwa dia dibesarkan di tempat tersebut. Rumah berdinding papan kusam berlantaikan tanah yang belum dibalut dengan batu bata, keramik atau semacamnya. Debu akan rata menyebar menyelimuti dinding-dinding properti bila tersapu udara atau bahkan bila sengaja disapu dengan sapu. Melalui kisah-kisah yang ia ceritakan aku banyak belajar. Seperti setiap  malam dimana kami selalu belajar bersama cara praktis menghitung angka-angka bentuk tugas masa dulu, dia juaranya mengerjakan soal Matematika. Aku sedih saat mendengar ia harus putus sekolah sebab tak ada biaya lagi untuk melanjutkan. Dia anak bungsu dari delapan bersaudara, ketiga saudara kandungnya sakit-sakitan dan perlu banyak biaya untuk berobat. Menurutnya, usaha untuk menjadi sukses bisa dimulai dengan berbagai cara, hingga ia memutuskan untuk merantau ke sebuah tempat jauh dari perdaban asalnya. Terlihat amat bersemangat ketika hendak mengerjakan suatu hal. Aku merasa iri melihat semangat yang ia miliki sekaligus malu pada diriku sendiri. sejauh ini, fasilitas pendidikan yang kuperoleh banyak kusiakan.


Aku tak sedikit melakukan kesalahan, aku banyak bertindak ceroboh yang berujung masalah. Namun ia tidak pernah menghardikku sekali pun, justru ia menawarkan solusi untuk kupikirkan kemudian. Menurutnya, tidak berhak menghardik seorang perempuan yang gemar mencoba hal baru, sebab banyak pelajaran yang akan didapat dari pengalaman. Lewat perannya aku dilatih menjadi berani. Harga mati sebuah usaha adalah pembuktian. Dengan atau tanpa kemenangan,  harus tetap pulang tanpa omong kosong untuk dipersembahkan pada yang menunggu di rumah. Katanya padaku, tak perlu kita banyak bicara atau pun menyombongkan diri sebab itu hanya akan memperlihatkan isi otak yang kopong pada mereka. Ia menginkanku untuk menjadi sebaik-baiknya aku. Sederhana dan banyak bersyukur adalah kunci bahagia yang ia tanamkan.


Pernah suatu malam aku membaca sebuah buku ilmu  sosial tentang kesenjangan. Mungkin karena terlihat serius, dia menghampiri dan menawarkan waktunya yang ketika itu mamang sedang tidak sibuk apa-apa. Perbincangan kami mulai. Ia paham benar apa yang sedang kurasakan tanpa perlu aku berucap keras. Tak pernah ia memberi banyak penawaran dan kefanaan yang membuat kebahagiaan sesaat,  cukup kesediaan untuk mendengar dan bertahan, aku suka caranya mencintai manusia dengan wajar dan santun. Aku tidak pernah merasa sendiri meski perhatiannya tidak diumbar. Memberi tanpa terlihat memberi, mengasihi tanpa pamrih.


Pertemuan kami hanya sampai pada waktu 13 tahun, setelahnya perjumpaan kami lakukan melalui doa. Sejak saat itu aku belajar mengenal sepi  melalui prespektif diri. Laki-laki inilah yang berpengaruh besar atas kelahiranku. Memberi aku sebentuk pandangan kedepan dalam menafsirkan arti sebuah nilai. Mungkin banyak orang yang mencemooh kami tidak punya pendirian karena kami yang begitu toleran pada keadaan apapun dan siapapun. Tapi apa guna itu semua setelah lewat telinga. Inilah cara kami merdeka dengan menjadi diri kami sendiri yang memahami tiap subjek dan objek dengan segala relativitasnya. Kami berdua sepakat untuk meyakini bahwa semua hal di dunia ini adalah hal yang relatif dan multi perspektif. Setiap manusia terlahir bersama segala hak hidup secara utuh. Karena itu, meski aku sangat mencintainya, tak pernah sekali pun ia merasa superior atas diriku.


Aku ingin terus mencintai dengan santun sebagai aku yang telah mengenalnya.

Sunday, 20 December 2015

Celebrate Newest Blog

Hi...

This is my newest blog, I deleted my old trashy blog, and unfortunately.... So, gimme your link by comment in this post, kya!