Hari ini, 24 Desember 2015,
seperti biasa para jema'at Jessus merayakan hari kelahiran sang figur
yang berhasil dikontruksikan menjadi “Tuhan”. Untuk kesekian
kalinya ucapan selamat ku kirimkan melalui pesan untuk sahabatku, Claudya,
Eyang tersayang, dan saudara-saudara yang merayakan. Aku tidak turut ikut
dalam euphoria, sebab keyakinan kami berbeda. Saling menghargai merupakan
esensi yang masih dapat kami terapka sebab nasip manusia akan terus menjadi
pertanyaan, membara di dalam konteks dan ruang waktu yang berbeda.
Pintu pembebasan jiwa masih
sangat terbuka. Entalah sampai mana kini pencapaian yang kuusahakan. Zaman
terus bergeser dengan gaya silih berganti. Semua meninggalkan jejak yang akan
terkenang nanti, entah pada apa pun itu. Ditengah lelahnya raga aku sibuk
membaca masa, tanpa tegang dan terus berkaca agar penuh penyadaran atas tindak
tanduk diri yang telah terlanjur padanya. Aku harus banyak belajar
dari potensi yang ada di tengah keterbatasan kemampuan.
Seperti hari ini, ketidak
mampuanku mempertahankan satu dari yang telah menjadi bagian bisikanku pada
setiap malam. Rasa kecewa, kesal dan sedih pastilah ada, sebesar apa pun rasa
itu, semua akan tetap berjalan, semua akan terbiasa. Ini bukan sebuah
perpisahan namun ini awal perjumpaan. Bersama cerita baru dan semangat yang
terus diperbaiki, aku percaya bahwa aku masih memiliki diri yang slalu setianasibku.
Bagaimanapun juga, jangan banyak
berharap pada siapa dan apa.
Hadirnya aral tak boleh jadi
penyebab keluh kesah. Sebab itu aku tak banyak mendengar alasan untuk mereka
yang ingin pergi. Sedikit kesal dengan raut di muka yang mengatas namakan
banyak hal sebagai alasan. Itu hanya akan mengusik ingatan saat ia telah benar-benar
pergi. Harapanku sederhana (sederhana diucapkan), berdampingan bersama benih
yang siap bertahan. Biar ini menjadi pelajaran, bahwasanya 10% otakku harus
berfungsi dengan maksimal. Berpikir secara rasional supaya tidak dibutakan oleh
ketakutan. Biar rindu, biar lara, apalah arti rasa yang hanya sementara.
Sudah waktunya perempuan diujung
tanduk ini disadarkan setumpuk kewajiban yang tak kujung terselesaikan . Meski sedikit terlambat menyadari, semoga harapan akan masa depan
masih terbuka lebar. Usah mempertanyakan banyak hal, cukup berjalan dan
jangan lupa untuk terus bersyukur.
I think I got stuck in this place
somehow.
No comments:
Post a Comment