Terang nian pagi memancar membuka hari. Dunia nyata rapi membangunkan
jiwa dan senyuman akan kembali menggulung segala ketidak puasan yang datang
menjumpai. Di sebuah lorong aku berlalu
menuju kursi panjang yang telah diduduki
seorang perempuan tua yang tengah sibuk menjaring jarum pada benang-benangnya. Seperti
mengerti tempat yang akan kutuju. Lirik matanya mempersilahkanku duduk bersebelahan.
Tiba-tiba hatiku merasa sejuk melihat cara ia menggeser tubuhnya kesamping.
Tak lama kemudian, padaku ia bercerita banyak tentang anak gadisnya.
Anak perempuan yang kini telah banyak berubah dan banyak mengadu berbagai hal
baru. Tentang kegelisahan, tentang hasyrat yang sedikit membesar sedikit
mengecil, tentang kesenangan dan tentang ketakutan akan kesendirian. Hari
semakin menghangatkan suasana dengan rangkaian cerita yang mulai menempati sisi
diri. Dari sekian panjang kalimat yang ia buat, aku tak ingin kehilangan satu
kata yang lepas dari telinga. Saat seperti ini aku akan menjadi lebih panjang. Inilah
kesempatan untuk membuat banyak pertanyaan.
Aku sadar betul bahwa untuk memecahkan enigma sebuah kepribadian
dari seseorang tidaklah mudah, hanya sepersekian mungkin asumsi itu bisa benar.
Bahkan bisa-bisa asumsi itu menyesatkan
diri sendiri. Hanya akan menambah pertanyaan baru yang sedikit jelas. Baik
kemungkinan yang kuanut adalah menunggu dengan sabar kesempatan untuk bertanya
pada mereka tentang apa yang ingin kuketahui.
Kembali ia bercerita tentang masa dulu bersama anaknya. Ia mengaku
bahwa besar resiko yang ia miliki ketika melahirkan putrinya itu. Anak
perempuan diibaratkan olehnya sebagai jarum jahit yang akan memberi banyak
manfaat untuk kehidupan serta akan menusuk hingga muncul darah bila salah
melihat celah. Namun begitu, ibu ini memilih waktu sebagai jawaban yang akan
memperlihatkan sendiri arah dan tujuan yang hendak dituju sang anak. Sebab itu,
tak banyak aturan yang ia buat.
Ibu ini menitip pesan padaku, untuk anaknya, agar supaya anugrah
yang tiada tara ini tidak diberi noda. Di akhir usia remaja adalah waktu di
mana gelimang pesona diri terpancar, di sanalah waktu akan banyak dirubung
ketakutan. Ibu ini memperlihatkan getir hatinya karena sang anak akan semakin
bertambah pencapaian.
Aku dibuat terkagum-kagum dan menyadari bahwa begitu luarbiasa
kemampuan seorang ibu, mereka mampu memperhatikan anak-anaknya dengan begitu
detail. Seperti cerita ibu ini pada bagian, kerisauan dulu, ketika sang anak
memasuki usia remaja, dengan kepolosan anaknya yang selalu santai memakai pakaian terbuka setiap
pergi bersama keluarga. Namun ia merasa
tidak mampu menunjukkan bahwa itu bukan pakaian yang baik sebab sang putri
memang begitu apa adanya. Perkembagan zaman yang sangat cepat, tak mapu lagi ia
ikuti, ibu ini sadar benar berbedaan telah menjadi lini kehidupan antara ia dan
anaknya. Dengan lingkungan pertemanan serta informasi global yang tak mampu
lagi ia ikuti dan hanya anaknya yang getol mengakses sendiri, ia mengikhlaskan
kepercayaan pada zaman untuk membesarkan anaknya. Hingga pada suatu hari tanpa
diminta, sang anak minta dibelikan
beberapa tutup kepala dan memakainya ke mana pun anak itu pergi.
Diujung waktu pembicaraan semakin menyadarkan bahwa sudah banyak
saat berbenah. Titipan semangat dari segala harapannya mampu mengguatkan kaki
untuk bertahan. Di sisi lain, ada yang telah siap mengalami perubahan, mencari
entah apa. Satu kesempurnaan adalah tentang ibu yang mampu menerima segala
perebuhan yang dibawa pualang dengan bentuk baik-buruknya. Tak mampu
kupelajari dimana letak kurangnya ia memberi perhatian. Ibu inilah Idolaku,
kiblat untuk masa depanku nanti saat tiba waktunya aku dipanggil “Ibu” oleh
putra putriku.
No comments:
Post a Comment