Sunday, 29 October 2017

A Friend Indeed

Beberapa hari kemarin aku baru saja menulis tentang haru biruku 4 tahun tinggal di Jogja. Namun alangkah tidak tahu dirinya diri ini bila aku melupakan sejuta kenangan menis yang juga ku miliki di kota yang mengajarkan asaku terbang mengudara. Kali ini aku tidak mau dipepal sesal karena lupa bilang ‘terima kasih’ pada kota ini sebelum aku pindah laju perantauan.

Selama ini aku menyadari hidupku di selimuti penuh oleh ambisi-ambisi. Tapi dengan itu aku bisa sedikit merasa ‘jaya’ berhasil dipeluk oleh hati karena telah beberapakali menuntaskan pencapaian. Meski telah menunda kelulusan di tahun ini, menulis sebuah penelitian untuk kepanitiaan, membatalkan kesempatan magang di salah satu media yang ku gemari, disusul kenyataan beberapa kali mengganti topik skripsi dari awal. Tapi apakah aku menyesalkannya? Sama sekali tidak. Meski dalam prosesnya kerap aku merasa terlalu jatuh menangis (wajarkan?).

Tahun 2017 mungkin belum jadi masa transisiku dari seorang mahasiswi menjadi pekerja. Tapi aku mekukan keduanya. Tahun ini aku masih belajar sekaligus bekerja seperti tahun-tahun sebelumnya. Oiya, saat ini aku bekerja di Humas UGM di bagian Public Relations. Totally unexpected karena ini sama sekali gak masuk list yg aku buat tiap akhir tahun. Ini cerita menarik juga si menurutku, yang bisa ku ambil hikmahnya. Awalnya aku berkeinginan magang ke Ibu Kota, rencana sudah matang dan proposal sudah aku buat jauh-jauh hari sebelum aku brangkat KKN ke Papua tahun lalu. Pengajuan magangku pun di terima di Liputan 6, happy dong pasti. Rencana dua bulan magang dari bulan februari – april. Namun, di akhir tahun 2016 awal bulan Desember tepatnya, aku memutar pilihan,  mengambil penawaran join kepanitian untuk membuat pementasan di acara dwi tahunan kampusku. Saran dari salah satu teman, “kapanlagi kamu untuk kampus kamu?” dan disusul saran untuk apply kerja di rektorat olehnya pun aku jabani. Itung – itung untuk mengganti masa magangku di media. Dan, taraa aku masih bekerja sampai saat ini. : )

Hikmah yang aku dapatkan. 3,5 tahun sudah menjadi manusia yang hilang rasa aman. Di mana-mana dipepal kewaspadaan, sedang diri butuh teman sebab sepi kerap menjumpai di malam – malam panjang. Aku lupa sejak kapan aku senang dengan kesendirian, yang sedikit kuingat sejak menginjak usia remaja, aku sudah bisa mengerti bahwa semua orang tidak bisa memiliki hubungan dengan perasaan yang sama. Beberapa orang memiliki pasangan, tetapi mereka tidak merasa bahwa pasangan mereka adalah teman terbaik mereka. Pun kurasakan pula dalam suasana keluarga sampai dunia pertemanan. Namun keluarga tetap keluarga, aku tidak akan pernah bisa terlepas dari mereka bagaimana pun sulitnya. Dan aku sangat puas karena aku mendapatkan cinta kasih dari keluarga serta memiliki hak memputuskan pertemanan terbaik untuk ku pertahankan.

Dan di jogja aku mamiliki berbagai jenis teman yang aku butuhkan ketika aku mau. Yang pertama, aku berteman dengan tanamanku yang bibit-bibitnya aku kumpulkan dari beberapa teman yang bersedia kurepotkan, atau dari bapak penjual bunga di Kota Baru yang bersedia memberikan bibit bunganya dengan syarat sedikit rayuan  ujaran hehe (tidak jadi masalah bila aku bisa menyimpan uangku untuk keperluan yang lainnya).

Teman kedua adalah kucing-kucingku yang aku adobsi dari jalanan, maupun pemberian teman karena sudah tidak terawat. Mereka begitu menggemaskan meski banyak pedihnya juga karena mesti ku saksikan kesakitan mereka keluar – masuk RSH serta terus-terusan diikat selang infus. Untuk hal ini, Ibuku sering mengomel karena curhatanku yang lagi tekor menebus uang untuk memperjuangkan nasib kucing-kucingku. Sampai ibuku menyarankan ku untuk mencari adobter lain dan menyuruh mengganti rutinas lain seperti pergi jalan - jalan ke kebun binatang sesekali waktu dan menabung dulu yang banyak biar jadi miliarder: baru bikin peternakan kucing atau bisa juga macan di  kandang milik sendiri. Hmmm, oh, Ibuu : (

Temanku berikutnya adalah orang-orang terbaik yang sangat luar biasa di mataku.  Teman terbaik cukup sulit untuk ku tentukan karena setiap hal memiliki kualifikasi masing-masing. Mungkin yang disebut teman terbaik atau sahabat adalah seseorang yang menerima kita setiap waktu, mendukung kita, bergaul dengan kita sepanjang waktu, dan lain sebagainya. 

Aku cukup senang menonton film festival; beberapa kali membuat dan mendiskusikan bersama beberapa teman. Pernah juga film kami menang kejuaraan! Dari pertemanan ini aku mendaptkan sejumlah orang yang cukup mengisi kekosonganku. Bahkan dari sini aku bisa berkesempatan diskusi sedikit – banyak dengan dosen, sampai saat ini kedekatan kami sudah seperti teman (tapi aku bukan penjilat ya, ini literally muncul dari diskusi yang mengalir). Mereka memberiku ruang untuk tanggap dengan berbincangan sampai join project bareng.

Aku memiliki teman yang benar-benar dekat denganku. Kami akan pergi jalan-jalan bersama ketika bosan dan saling mencurahkan isi hati ketika butuh. Tapi di sisi lain, aku juga berpikir bahwa ia tidak tahu diriku yang sebenar-benernya. Sebab kami memiliki prespektif yang sangat berbeda; sering salah menafsirkan suatu hal dan mempertengkarkannya meski kemudian berpelukan. Yang pasti kami kudu terus saling menghargai pilihan masing-masing dan terus menyayangi. Di kualifikasi ini di isi Salsabila, makasih banyak ya, Sal (kalau kamu baca ini) makasih ga pernah ngebiarin eug kelaperan sampai sakit di kota ini :*.


Dan teman terbaikku berikutnya, aku pikir ini adalah orang-orang yang paling sulit untuk ku temukan. Mereka tahu persis apa yang harus dikatakan dalam setiap keadaan dan tahu apa yang harus dilakukan. Jujur, mereka bukan sepantasnya berteman dengan orang sepertiku yang tidak mengenal banyak rasa, tapi mereka adalah teman yang ku butuhkan. Aku rasa ini adalah sahabat sejati yang seharusnya. Beberapa kali aku membiarkan mereka untuk tahu tentang masalah terbaru, perjuangan, dan benar-benar mempercayai mereka untuk mengetahui masalah-masalah pribadiku. Teman ini mungkin yang selalu ada kapan saja aku ingin berbicara dengannya, kami tidak benar-benar selalu memiliki percakapan yang mendalam, tapi aku selalu mengucapkan kejujuran ku padan mereka tanpa ada prasangka yang menggantung. Yah, kadang-kadang aku tidak benar-benar berpikir bahwa aku pantas, tapi mereka teman terbaikku untuk selalu menjadi temanku di kota ini. Irene dan Kus, meski kami bukan teman satu ke satuan, tapi kepada mereka aku bergantian membagi haru, dan meromantisme perjuangan.

Aku memiliki beberapa teman khusus yang selalu ku hormati untuk mempercayainya. Dan teman terbaikku yang ini selalu menuntunku untuk melakukan hal yang benar dan membuat keputusan yang tepat (meskipun kadang-kadang aku bodoh mengabaikannya). Salah satu teman yang pernah marah karena aku sudah membuat keputusan yang salah, salah satu yang selalu mengharapkanku untuk menjadi orang yang lebih baik, dan salah satu orang yang tidak hanya mendukungku tapi juga peduli tentang apa yang baik untukku dan apa yang tidak. Mereka adalah kak Ayu, Innez dan Ranti.

Kemudian aku punya teman yang sejenis ini: bertemu dikepanitiaan kemudian dekat, bercanda di selang perjumpaan di jalan, main bareng, cerita bareng dan kerap memilih menghabiskan waktu di kamar dan bergosip (ini hal seru meski sebenernya aku kurang suka). Meski kami hampir tidak pernah membicarakan hal yang mendalam tapi mereka sering menyempatkan datang untuk membagi masalah pribadi seperti urusan cinta dan kuliah. Ku kira aku masih  bisa berpikir bahwa mereka teman terbaikku karena aku bisa mempercayai yang mereka ceritakan  meski saat ini kami sedang disibukkan dengan kesibukan masing-masing.

Di tempat kerjaku, aku dihadapkan dengan teman – teman dengan hati yang amat lebut. Mereka adalah teman yang cocok untuk orang sepertiku yang lama merasa kehilangan rasa tulus. Mudah untuk kami saling mengerti. Mereka selalu menerimaku dan selalu mendukung keputusanku, tapi mereka juga akan mengatakan yang sebenar-benarnya kalau aku kurang baik saat ambil tindakan: misal saat aku marah bila ada kesalahan kecil, mereka akan menasehatiku dengan cara yang lembut. Saat-saat seperti itu aku merasa jadi makhluk buruk rupa buruk hati dan lekas segera memperbaiki diri.  Mereka orang – orang yang membuatku merasa istimewa sebab selalu mendukung keputusanku. Jujur kadang aku agak berharap bahwa mereka bisa menghentikanku dari tindakan mengambil keputusan yang buruk dan menyesal setelahnya. Mereka memang teman terbaiku, tapi aku tidak berpikir bahwa mereka cukup matang bagiku. Sebenarnya itu bukan hal yang buruk, mereka adalah salah satu hal yang paling indah yang pernah ku miliki, terindahnya adalah, selama ini aku  selalu memiliki mereka ketika aku jatuh, dan merasa benar-benar pantas bersama mereka. Terindah ke-dua, mereka menjadi bukti nyata masih adanya ketulusan di muka bumi ini, bagiku, gadis 22 tahun yang nuranyinya sudah tergerus pesakitan zaman.


Satu tahun terakhir di kota ini, akan menjadi maklum bila nanti ku jatuhkan air mata saat mengenangnya. Terima kasih sudah menjadi rumah singgah untuk anak ibuku. ; )

No comments:

Post a Comment