Lengang waktu meyempurnakan
lamunan, sembari menikmati suara dari 2 lubang earphone yang memang
lebih menarik dibandingkan asap di samping tubuh ini. Kebahagian sendiri. Tak
ada kebisingan selain sedikit suara jangkrik hutan yang ramai melengking. Tak
ada lagi gaungan tadarus. Selain beberapa yang masih tinggal di rumah
sementara, lainnya sibuk merayakan ibadah pada Tuhan umat muslim di bulan suci
bagi pemeluknya.
Waktu saya SMP kelas dua, saya
pertama kali mendengarkan cerita tentang tanah Papua oleh salah satu kerabat
dari Ibu. Saya masih ingat betapa exited saat mendengarkan cerita
oleh tante yang cat rambutnya luntur di bagian atas. Mungkin saya tidak dapat
menceritakan ulang dan menjelaskan apa yang membuat saya tertarik, saya
pikir tenggelam dalam sejuta rasa penasaran terasa jauh lebih nyaman dari pada
masuk pada satu kepastian serta jawaban atas kemauan. Dengan
pertanyaan-pertanyaan kosong, saya membayangkan hidup jauh dari kebisingan.
Kini saya benar dibawa pada tanah
yang jauh dari tempat kelahiran saya. Sungguh tenang penuh kebisuan. Kami
menyebutnya Tapal Batas Lentera Papua. Hari ini pertama kalinya saya
menginjakkan kaki pada tempat yang pernah saya dengar menyeramkan tujuh tahun
lalu. Bersama orang-orang baru saya akan menjadi petualang yang melalang buana.
Di masa perkuliahan semester tua.
Mungkin bersama patner baru saya
dalam memperingati bulan wacana Untuk Papua, saya akan sering terlibat
dalam percakapan yang dalam, meskipun sama-sama tidak mengakui betapa kami
lelah akan percakapan tersebut dan tak ingin berlama-lama mengembangkan wacana.
Atau mungkin juga akan tumbuh percakapan teantang mimpi, masalah, harapan, dan
ketakutan. Saya, sebagai pendengar kisah-kisah yang setia, mampu menyortir
episode favorit yang mungkin menjadi alasan mengapa saya pantas bertahan
lama-lama dalam lingkar wacana.
No comments:
Post a Comment